Oleh: Erlin Anggi Suharnisyah
Di suatu negara bagian timur, terdapat sebuah padepokan di tengah desa, terdapat beberapa pemuda yang sedang mendalami ilmu beladiri dan kerohanian, yang dipimpin oleh sang guru bernama Donghai.
Ia memiliki ilmu sakti dan sering bersemedi, di padepokan miliknya itu, ia memiliki 15 murid, dan tiga diantaranya adalah murid kesayangannya, yakni Yuwen, Bama, Fan. Karena mereka bertiga adalah murid yang paling patuh kepada Donghai.
Di suatu waktu, Yuwen mendapat kabar dari keluarga di rumah bahwa adiknya telah sakit parah selama tiga bulan, namun tidak ada satu pun obat yang dapat menyembuhkan penyakitnya itu. Akhirnya ia meminta pertolongan kepada Donghai untuk menyembuhkan penyakit adik nya itu.
“Guru, bolehkah saya meminta bantuan, untuk menyembuhkan adik saya yang telah sakit selama tiga bulan ini, sudah berobat kemana saja namuun juga tak kunjung sembuh”.
“Ya, aku akan menolongmu, namun sebelumnya, aku mengutusmu beserta Bama dan Fan untuk pergi ke bukit Wutai dan masuklah ke dalam goa nya sampai kau menemukan patung naga, berdoalah disitu dan ambil lah daun sirih di bukit itu dan bawalah kemari, nanti akan ku bantu untuk menyembuhkan adikmu”
“Baiklah guru, saya akan melaksanakan nya”
Keesokan harinya, sebelum mentari memancarkan sinarnya, mereka bertiga mulai menyusuri bukit tersebut dengan bekal yang tercukupi. Tentu dengan niat awal yang baik, mereka begitu sungguh sungguh untuk melakukan ini demi adiknya Yuwen. 2 jam perjalanan telah terlewati tanpa ada halangan, kini goa yang menjadi tujuan utama telah terlihat di depan mata.
“Wen, Fan, tunggu apalagi, kita telah sampai di depan goa, ayo segera masuk dan selesaikan tugas ini” Ucap Bama
Mereka pun segera memasuki goa itu dan berjalan terus mencari keberadaan patung itu, semakin jauh mereka melangkah semakin gelap pula pejalanan mereka, Bama pun segera menyalakan obor yang dibawa nya, mereka berjalan secara berurutan dari depan ke belakang, tapi tetiba langakah Yuwen berhenti.
“Kawan, sepertinya aku harus membuang air kecil, sekarang juga” Ucap Yuwen.
“Bisa tahan dulu gak? Minimal liat situasi dan tempat, Wen, selesaiin tugas kita dulu !” Jawab Fan melarang Yuwen.
“Tidak, aku tidak bisa, aku harus membuangnya sekarang” Sahut Yuwen dengan sedikit perasaan kesal.
“Mengapa kau begitu keras kepala, Wen!, Jangan seperti anak kecil deh!, tolong tetap ingat titah apa saja yang sang guru berikan ke kita..”
“Baiklah, aku akan menahannya.” Jawab Yuwen dengan Sebenarnya Yuwen sudah menahan untuk membuang air kecil jauh sebelum memasuki goa.
Setelah perdebatan pendek itu terjadi, mereka pun melanjutkan perjalanan. Bama berada di barisan paling depan karna ia yang membawa obor, lalu diikuti oleh fan, dan Yuwen barisan paling belakang. Masih beberapa langkah mereka berjalan, Yuwen tiba-tiba berhenti dan memisahkan diri dari Bama dan Fan tanpa sepengetahuan mereka berdua. Tentu hal yang dilakukan Yuwen adalah membuang air kecil di goa itu, saat membuang air kecil, Yuwen seperti menginjak sesuatu
“kretek!”
“Apaan nih, oalah cuma tulang”. ia pun langsung menendang tulang itu dengan keras, namun ternyata tulang itu telah terciprat oleh air seni nya.
“Wen!, Yuwen!, Yuwen!, teriak kedua temannya dari depan”
Dengan sigap, ia pun langgsung berlari ke arah temannya.
“Apakah kau tetap keras kepala untuk membuang air kecil di goa ini?” Tanya Fan
“t-tidak, aku tidak membuang air kecil di goa ini, t-tadi aku sedikit penasaran dengan lukisan di dinding belakang tadi, jadi aku berhenti untuk melihatnya.” Jawab Yuwen dengan gugup
“Yasudah jika begitu”.
Mereka pun melanjutkan perjalanannya dengan posisi barisan yang sama, beberapa menit kemudian suhu di goa tersebut tiba-tiba menjadi sangat panas, dan asap hitam begitu tebal menyelimuti perjalanan mereka, akibat dari asap itu, yang mereka lihat adalah kegelapan tiada ujung, nafas pun semakin susah, dan batuk yang terus-terusan serta kepala pusing dan tubuh menjadi sangat berat.
“A-ada apa ini, aku tidak dapat melihat apapun, TOLONG!!”. Suara Fan berteriak
“Uhuk uhuk uhuk’’. Disusul dengan suara batuk mereka.
“TOLONG!!,TOLONG!”
Akibat dari peristiwa itu, mereka semua pun tak sadarkan diri dan tergeletak di dalam goa. Tak lama dari itu, alas goa mulai bergetar dan tanah mulai meretak, diringi dengan suara seperti gempa bumi, ternyata itu adalah pertanda bangkitnya Gashadokuro, yaitu suatu makhluk yang berwujud tengkorak raksasa yang tingginya mencapai 90 kaki, ia memilki bunyi yang ciri khas, yaitu bunyi “Gachi-gachi”. Tengkorak raksasa ini dulunya berasal dari tengkorak prajurit yang mati dalam peperangan namun jasadnya tak dikuburkan.
Bangkitnya Gashadokuro tersebut karena ia ingin mengambil salah satu dari mereka, yakni Yuwen, Gashadokuro tak terima karna tulang yang tidak sengaja terciprat air seni Yuwen tadi ternyata bagian dari tulang Gashadokuro yang sengaja ditempatkan disitu sebagai tanda penghormatan kepada alam. diiringi dengan rasa dendam, ia pun segera menculik Yuwen dan meninggalkan kedua temannya tetap tergelatak ditempat.
Seusai ia menculik Yuwen dan akan kembali menuju tempat persembunyiannya dibawah tanah itu. Ia terserang oleh semburan api dari lawan arah, setelah dilihatnya ternyata muncul lah seekor naga dengan tubuhnya yang berkali-kali lipat lebih besar dibanding Gashadokuro. Naga tersebut bernama Yu Zhong. Semburan api tak berhenti keluar dari mulut Yu Zhong.
“Siapa kau!, berani berani nya kau semburkan api itu kepadaku, apa maksudmu!” teriak Gashadokuro yang telah terkurung amarah.
“Aku lah Yu Zhong, sejatinya penguasa diatas segala kekuasaan di jagat raya ini, sekarang kau berurusan denganku karna kau menculik pemuda itu”.
“Omong kosong, kau tau apa tentang pemuda ini, dia siapa mu? Aku lah penguasa jagat yang sesungguhnya. makhluk mana yang tidak takut padaku? aku telah menghabiskan milyaran tulang di bumi ini!”
“Tak ada waktu untuk berdebat, langsung saja tunjukkan seberapa sakti dirimu wahai tengkorak!”
“Baik kalau itu mau mu, jika kau berhasil mengalahkan ku kau bisa mengambil pemuda ini, dan jika kau yang aku kalahkan, tualangmu akan menjadi santapan ku, ingat itu!”
“BWA-HA-HA-HA” Suara tertawa Gashadokuro menyepelekan Yu Zhong.
Pertarungan pun di mulai, Mereka saling beradu kekuatan untuk merebutkan Yuwen di tanah Wutai.
Yuwen yang saat itu masih di genggam erat oleh Gashadokuro, dengan sigap Gashadokuro membuka mulutnya lebar lebar dan beralih-alih untuk menggigit sayap kanannya Yu Zhong namun serangan itu gagal ketika ia sudah mendekat ke Yu Zhong dan langsung terpental jauh terbentur dinding. Yuwen terlepas dari genggaman nya, namun Gashadokuro terbangun lagi dan menggenggam erat Yuwen Kembali.
“Kau pikir dengan kau menyerangku seperti itu apa aku langsung bisa terkalahkan, oh tentu tidak!, dasar tengkorak!”
Dibalik itu semua, ternyata Gashadokuro juga memiliki kekuatan menghilang menjadi tidak terlihat dan dapat menyerang kapan saja.
Gashadokuro pun menggunakan kekuatan nya itu untuk menyerang dan bertahan dari Yu Zhong, ia tiba tiba menghilangkan diri sejenak, lalu menampakkan diri dan liciknya ia menyerang Yu Zhong dengan mencekik lehernya, sedangkan Yuwen yang dipegangnya tadi dilempar ke pinggiran dengan posisi tergeletak, Yu Zhong pun mengaung dengan keras sehingga tubuh Gashadokuro yang sedang mencekiknya itupun bergetar dan melepaskan tangan nya.
Tidak tunggu lama, Yu Zhong yang jiwa nya telah diselimuti amarah pun langsung membuka mulutnya dan menyemburkan api kearah Gashadokuro dan mulai menyebar ke seluruh tubuhnya
“Tidakk!. hentikan ini, aku bisa mati jika seperti ini. Brengs!k kau!”
Teriak Gashadokuro dengan tubuhnya yang sedang terbakar itu dan merasakan panasnya semburan api dari Yu Zhong.
Dengan cepat api itu melahap tubuh Gashadokuro lalu menjadikannya abu dan tulang-tulang berserakan. Dari situlah akhir dari kehidupan Gashadokuro. Melihat itu, Yu Zhong pun segera pergi dengan membawa tubuh Yuwen yang sedang dalam keadaan pingsan dan mengembalikan ditempat dimana awal ia di culik Gashadokuro, akhirnya ia kembali bersama kedua temannya.
Kemudian Yu Zhong menyadarkan mereka bertiga yang sedang pingsan itu, mereka telah berposisi duduk dan perlahan membuka mata dan betapa terkejutnya saat melihat naga raksasa berdiri di hadapan mereka
“Bam, Wen, apakah kau melihat yang sama sepertiku?”.
“I-itu apa, kita dimana?” ucap Fan dengan rasa takut
“D-dia siapa, apa yang telah terjadi pada kita”.
Mereka bertiga begitu ketakutan dengan apa yang ada di hadapannya.
“Aku Yu Zhong, aku tau jika kalian bertiga adalah murid guru Donghai, dan aku lah peliharaan guru yang ditugaskan untuk bertapa di bukit Wutai Ini, kalian tidak perlu takut kepadaku tapi takutlah jika kesalahan kalian itu terjadi lagi”.
“S-salah, apakah kami melakukan kesalahan wahai Yu Zhong?”. Tanya Bama kebingungan.
Tanya saja pada temanmu Yuwen itu.
“Wen, apa yang telah kau perbuat?”
“Maaf kawan, dan Yu Zhong, jadi sebenarnya aku tadi tidak mengikuti larangan kalian, aku membuang air kecil di goa ini”
“Aku bilang juga apa, kau terlalu keras kepala, kita disini berjuang sama sama buat nyembuhin adik kamu, tapi apa yang di dapat, malah kau sendiri yang menggagalkan ini semua”
“Sudah ya, jangan ada yang saling menyalahkan, ini memang salah kalian semua, jika aku bukan murid guru Donghai aku tidak akan membela kalian, ini semua berkat guru. Pesanku tolong jaga prilaku dan ucapan dimana pun kalian berada dan aku tidak ingin hal ini terjadi lagi kepada kalian, dan kalian tidak perlu tau apa saja yang terjadi saat pingsan tadi”. Titah Yu Zhong kepada mereka.
“Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada kau, padahal niat awal kami tidak seperti ini, kami hanya ingin mencari obat untuk menyembuhkan adik Yuwen”
“Kalian langsung turun saja dari bukit ini, untuk masalah obat akan ku berikan.”
Yu Zhong pun memberikan obat yang dibungkus dengan kain emas
“Terima lah ini”.
“Terimakasih terimakasih, kami pamit untuk turun dari bukit ini ya, kami akan selalu mengingat mu, Yu Zhong. Salam satu guru”.
“Salam satu guru” sahutan salam dari Yu Zhong.
Mereka bertiga pun turun dari bukit Wutai itu, dalam perjalanan mereka begitu hati-hati dalam hal apapun. Waktu demi waktu akhirnya mereka sampai di padepokan dan menceritakan semua kejadian kepada sang guru.
“Kalian memang salah, masih untung Yu Zhong mau menolong kalian, bagaimana jika tidak, ntah apa yang terjadi kemudian. Dari dulu aku sangat tidak suka bila berurusan dengan Gashadokuro”. Ucap guru dengan nada kesal.
Namun sang guru harus memberi hukuman kepada Yuwen, sebelum itu ia diperintah untuk mengantarkan obat yang diberi Yu Zhong kepada adiknya, obat itu sudah di beri tambahan ramuan dan doa oleh sang guru.
Setelah Yuwen mengantar obat tersebut, ia kembali ke padepokan untuk menerima hukuman.
“Aku menghukum mu untuk pergi bertapa di goa bukit Wutai yang kemarin kau datangi, tapi dengan syarat kau harus membawa dua buah kendi, bawahlah di tangan kanan dan kiri mu, kendi itu harus kau isi dengan air dari mata air di bukit itu, lalu bertapa lah dengan menyangga kedua kendi itu sampai air di kendi itu habis”.
“Baik guru, aku akan melaksanakan hukuman itu”.
Keesokan hari nya Yuwen pun mulai menjalankan hukumannya itu dan bertapa di goa sampai waktu yang menentukan.
*) Penulis: Erlin Anggi Suharnisyah, siswa jurusan TITL SMKN 1 Pungging Mojokerto